Teknik pengumpulan data
Kualitas alat pengumpul data sangat
menentukan kualitas data yang didapatkan, dan pada akhirnya akan menentukan
kualitas hasil suatu penelitian. Oleh karena itu instrumentasi ini harus
mendapatkan penggarapan yang cermat, sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai
alat ukur yang baik. Untuk itu biasa dituntut validasi instrumen (yang
menyangkut validitas content, concurrent, predictive dan construct, serta
menyangkut tingkat reliabelitas baik dengan KR 20, 21, Hoyts, Koefisien Alpha,
Split-half, test-retest, dan sebagainya) dari alat pengumpul data yang akan
digunakan. Peneliti harus dapat dengan cermat memilih dan menggunakan prosedur
itu sesuai dengan karakteristik alat ukurnya. Jika sekiranya peneliti tinggal
memakai alat pengumpul data yang sudah diakui validitas dan reliabilitasnya,
masih juga merupakan keharusan baginya untuk melaporkan dan memberikan
informasi mengenai tingkat validitas dan reliabilitas penelitian terdahulu atau
mungkin berdasarkan kesepakatan-kesepakatan tertentu.
Angket / Kuesioner
Adalah
metode yang memberikan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang
akan dijadikan objek penelitian. Di dalam penelitian ini akan menggunakan
kuesioner tertutup yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal
memilih. Angket yang dipergunakan adalah tipe pilihan untuk memudahkan bagi
responden dalam memberikan jawaban. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
pilihan ganda dimana setiap item soal disediakan 4 jawaban.
Observasi
Observasi
adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara pemusatan perhatian secara
teliti terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra ( pengamatan
langsung). (Suharsimi, 2002 : 133).
3.4 Analisis
data
Apabila kita akan mengadakan penelitian kuantitatif kita
harus dapat memahami dan menggunakan rumus-rumus tertentu yang sering
diperlukan untuk pengolahan data.memang kita dapat menggunakan kalkulator
ataupun komputer untuk menghitung, namun kita yang harus menentukan macam data
yang mana dan rumus yang mana yang harus kita pilih untuk mengolah data agar
informasi yang kita inginkan dapat kita peroleh. Biasanya kesulitan terletak
dalam penentuan macam data yang cocok dengan rumus yang diperlukan dan memilih
rumus yang akan dapat mengolah informasi agar dapat memberikan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan. Di samping itu peneliti juga
harus menggunakan instrumen yang cocok dengan macam data yang dicari.
Perlu diketahui data dapat diklasifikasikan menjadi:
- Data nominal, yaitu data yang menunjukkan frekuensi dari suatu atribut. Misalnya, 80 orang menyatakan setuju sedangkan 20 orang menyatakan tidak setuju.
- Data ordinal, yaitu data yang menunjukkan urutan atau ranking, misalnya nomor 1, nomor 2, nomor 3, dan seterusnya.
- Data interval, adalah data yang menunjukkan jarak misalnya Hari mempunyai IQ 60, Ali mempunyai IQ 80, Tuti 100, sedangkan Susi 120. perbedaan jarak IQ Hari, Ali, Tuti, dan Susi adalah sama yaitu 20, akan tetapi ini tidak berarti bahwa Susi 2 kali lebih pandai dari Hari. Contoh lain, misalnya Dadang memperoleh nilai 40 dalam suatu tes matematika, sedangkan Memet memperoleh 80, ini tidak berarti Memet 2 kali lebih pintar dari pada Dadang dalam matematika. Hal ini disebabkan karena dasar penentuan angka-angka tersebut mutlak (hanya arbitrary).
- Data rasio, adalah data yang mirip dengan data interval, akan tetapi dasar penentuannya mutlak (tidak arbitrary). Jadi, sebungkus gula yang berbobot 4 kilo adalah dua kali lebih berat dari pada bungkusan gula seberat 2 kilo. Atau, dua kilo adalah separuh dari empat kilogram. Data rasio kebanyakan terdapat dalam bidang science, sedangkan data sosial biasanya hanya sampai data interval saja.
Rumus-rumus yang sering digunakan
dalam penelitian deskriptif meliputi : r atau ρ untuk korelasi, X² (Chi kuadrat), regresi dan sebagainya.
Sedangkan rumus-rumus yang sering diperlukan untuk penelitian eksperimental
meliputi: t, ρ, dan sebagainya.
Dengan demikian, dalam kaitan dengan
di atas dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kuantitatif analisis data
didominasi (bahkan sering dianggap merupakan ciri utama) penggunaan rumus-rumus
statistik di dalamnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa penggunaan statistik
dalam hal ini adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan penelitian. Sudah
tentunya rumus mana yang akan dipilih/digunakan oleh peneliti sangat tergantung
pada tujuan penelitiannya, karakteristik data dan variabel yang akan
dianalisis, di samping kemampuan (pengetahuan) peneliti mengenai hal tersebut
haruslah memadai. Sangat penting diketahui pula bahwa penggunaan statistik
menuntut adanya data kuantitatif, dan untuk tidak terjadinya kerancuan terhadap
data kuantitatif itu perlu disepakati beberapa hal yang prinsip yaitu, data
didapatkan dari suatu proses pengukuran. Dalam bidang pengukuran dikenal
adanya skala pengukuran. Skala pengukuran yang digunakan dalam pengertiannya
mengandung data itu sendiri dan variabel yang dicerminkan oleh data tersebut,
sehingga dalam konteks itu sering skala pengukuran disebut dengan variabel
pengukuran. Skala pengukuran yang dimaksud telah disebutkan di atas yaitu,
berupa skala nominal, skala ordinal, skala interval dan skala rasio. Karena
dalam skala pengukuran itu secara langsung telah terkandung data (kuantitatif atau
yang dikuantifikasi) dan variabel yang dicerminkan oleh data itu, maka akan
sering pula dijumpai istilah variabel nominal, variabel ordinal, variabel
interval, dan variabel rasio.
Dalam hubungan dengan klasifikasi
data kuantitatif di atas, maka analisis statistiknya dapat dikatagorikan dalam
dua jenis yaitu : statistik parametrik (untuk menganalisis data dalam skala
interval dan rasio), dan statistik nonparametrik (untuk menganalisis data dalam
skala nominal dan ordinal).
Selanjutnya dalam analisis data pada
penelitian kuantitatif, sering pengujian hipotesis muncul sebagai bagian
tersendiri. Secara statistik, pengujian hipotesis pada umumnya menggunakan
serangkaian keputusan menerima atau menolak hipotesis yang diajukan. Aturan
keputusan ini didasarkan pada distribusi sampling statistik yang akan diuji,
dengan pengandaian sekiranya semua kombinasi sampel dari populasi telah
diselidiki dan dicari statistiknya. Distribusi sampling yang demikian tentu
lebih merupakan distribusi teoretik dari pada distribusi empirik. Hal ini
terjadi karena penelitian dilakukan hanya pada beberapa sampel dan keadaan yang
demikian membatasi peneliti untuk mengkonstruksi distribusi sampling secara
empirik.
Logika yang mendasari pengujian
hipotesis adalah sebagai berikut. Peneliti menganggap hipotesisnya benar,
kemudian dia menggambarkan distribusi sampling hipotesisnya itu. Jika dari
distribusi sampling itu data yang dikumpulkan mempunyai kemungkinan terjadi
yang tinggi, data itu dinyatakan tidak berkontradiksi dengan hipotesisnya.
Sebaliknya jika serangkaian data yang dikumpulkan mempunyai kemungkinan terjadi
yang rendah, data itu dinyatakan cenderung berkontradiksi (berlawanan) dengan
hipotesisnya. Tinggi rendahnya kemungkinan terjadinya itu ditentukan oleh
aturan keputusan uji hipotesis, yang dikenal dengan nama taraf signifikansi.
Taraf signifikansi umumnya
dinyatakan dalam persen. Persentase ini menunjukkan besarnya kemungkinan
kesalahan dalam kesimpulan yang menolak hipotesis nol jika pengandaian
hipotesis nol itu benar.Taraf kesalahanitu sering disebut taraf kesalahan
tipe I atau taraf kesalahan alpha. Jadi bila peneliti
menentukan taraf signifikansi 5 %, itu berarti ia bersedia/berani menerima
kemungkinan kesalahan menolak hipotesis nol yang benar sebanyak-banyaknya 5 %.
Komplemen dari taraf signifikansi adalah taraf kepercayaan (confidential).
Kemungkinan sebaliknya dari menolak hipotesis nol yang benar, adalah menerima
hipotesis nol yang salah. Kemungkinan kesalahan yang timbul dari kesediaan
menerima hipotesis nol yang salah ini, disebut dengan kesediaan menerima resiko
kesalahan tipe II, atau kesalahan beta. Kedua tipe kesalahan ini
sebenarnya dapat digambarkan dalam dua kurva yang berimpitan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa, terdapat hubungan yang terbalik antara besarnya kesalahan
alpha dengan besarnya kesalahan beta. Implikasinya, jika taraf signifikansi
diturunkan, kesalahan betanya bertambah besar, da jika taraf signifikansinya
dinaikkan, kesalahan betanya bertambah kecil.
Satu hal lagi yang perlu dipahami
oleh peneliti dalam kaitan dengan analisis data adalah besarnya koefisien yang
didapatkan dari suatu analisis. Hasil analisis selalu harus dipulangkan lagi
pada kerangka teori yang telah dirumuskan, karena hasil analisis hanya
membuktikan apakah teori yang dirumuskan itu didukung oleh data secara empirik
atau tidak. Umpama, dalam suatu penelitian korelasional, peneliti jangan
buru-buru menyatakan apalagi menyimpulkan bahwa koefisien korelasi yang
signifikan adalah menunjukkan kausalitas. Karena tidak setiap sesuatu yang
menunjukkan adanya hubungan (apalagi hanya melihat hasil analisis) bersifat
kausal, tetapi peneliti harus mengembalikan hasil itu pada kerangka teori yang
dirumuskan, demikian pula pada penelitian-penelitian korelasional yang
dikembangkan pada tingkat multivariat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar